- Jelajahi Warisan Pemerintahan Kolonial Belanda Di Lembah Palu
Palu, Seraya.id – Komunitas Historia Sulawesi Tengah (KHST) kembali membuat aksi penguatan literasi sejarah bagi masyarakat Kota Palu, di mulai dari selasar bangunan sarat sejarah Gedung Juang Jalan Hasanuddin Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Timur, Palu, Sulteng pada Kamis sore, 18 Mei 2023.
Agenda itu sebagai peringatan Hari Buku dan Hari Kearsipan Nasional ke-52 tahun 2023, yang merangkaikan pameran arsip Kota Palu era tahun 1888 – 1930-an, diskusi arsip dan literatur sejarah Kota Palu, serta Jelajah Heritage (warisan) ‘Onder Afdeeling Palu‘ (Palu Era Kolonial).
Koordinator KHST, Mohammad Herianto dan Memet kepada wartawan Seraya.id menuturkan, giat kali ini juga secara khusus membahas bagaimana keadaan terkini Gedung Juang sebagai ‘saksi bisu' detik-detik peralihan Kerajaan Palu terakhir ke pangkuan NKRI.
“Kami memilih Gedung Juang ini jadi titik pelaksanaan karena kondisinya sudah parah kerusakannya. Nah sementara gedung ini betul-betul punya narasi kuat dan luas tentang peradaban dan konsep kenegaraan (kerajaan) antara Lembah Palu dan NKRI,” ujar Memet.
Ragam foto dan buku milik arsip KHST yang dipamerkan di selasar Gedung Juang Palu, dalam giat peringatan Hari Buku Nasional dan Hari Kearsipan Nasional ke-52, Kamis sore, 18 Mei 2023. FOTO: Redaksi Seraya.id
Melalui giat itu, KHST menyampaikan pesan khusus kepada para pemangku kebijakan agar lebih memperhatikan kondisi memprihatinkan Gedung Juang.
“(Penting ditujukan) ke para pengambil kebijakan yang diharapkan menggugah hati mereka untuk betul-betul memperhatikan salah satu literatur sejarah Gedung Juang ini,” tuturnya.
Gedung Juang yang juga berstatus kawasan heritage di era Kolonial Belanda ini seharusnya dikelola baik secara sungguh-sungguh, seperti yang sudah dilakukan di kawasan heritage Kota Semarang, Bandung dan lainnya.
“Kami mengalami bagaimana di beberapa daerah lain sungguh-sungguh merawat dan memperhatikan kawasan serta objek heritage-nya. Makanya siapa lagi yang memedulikan kawasan-kawasan seperti ini kalau bukan kelompok masyarakat, lewat agenda-agenda seperti ini,” tegas Memet.
Adapun buku-buku yang dipamerkan antaranya Terjemahan De West Toradjas Op Midden Celebes Deel ID (Proyek Pengembangan Permuseuman Sulawesi Tengah 1984/1985), Laporan Analisa Rencana Umum Tata Ruang Kota Madya Palu oleh Pemerintah Kota Madya Daerah Tingkat II Palu November 1995,
Kemudian Herianto karib disapa Anto, memimpin sesi jelajah warisan diikuti puluhan masyarakat, ormas serta wartawan yang menunjukkan serta mengisahkan tempat dan kegunaan di era Kolonial Belanda.
Dimulai dari Lapangan atau Alun-alun dan kini Taman Nasional Jalan Hasanuddin yang dulunya menjadi tempat pidato Raja Palu terakhir, Tjatjo Idjazah tentang bergabungnya Palu ke NKRI.
Dilanjutkan berjalan kaki ke bekas Kantor Openbare Werken (Pekerjaan Umum) Kolonial Belanda, Kantor Kontrolir Pemerintah Belanda, serta Kantor Swapraja (Zelf Besture) dan lainnya. (sf)