Seraya.id, Palu – Pembongkaran objek bangunan umum yang diklaim untuk mewadahi giat kemasyarakatan terjadi di wilayah Kelurahan , Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

Disebut Banua Nu Ada (Kaili red: ) terletak di belakang kantor Kelurahan Tanamodindi -tepatnya di sebelah timur lapangan sepak bola- bangunan itu telah rata tanah kecuali tersisa 15 pondasi kerucut sebagai penyangga tiangnya.

Mantan Ketua LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) Kelurahan Tanamodindi Mohammad Syarif kepada Seraya.id, menjelaskan awal mula Banua Nu Ada Tanamodindi dibangun hingga luapan kekesalannya ketika dibongkar pada Rabu siang, 5 Juni 2024.

Syarif yang kini berprofesi sebagai Anggota DPRD Palu periode 2019-2024, menyayangkan betul pembongkaran ‘sepihak' yang dilakukan oleh pihak Pemkot (Pemerintah Kota) Palu.

Apalagi bagi dia, bangunan bergaya khas Souraja atau Banua Oge ini, memakai duit APBD Palu dari program Pokok Pikiran (Pokir) kewenangan Syarif sebagai Legislator.

“Ketika proses [awal] pembangunan rumah adat ini, saya sebagai anggota [Dapil Mantikulore-Palu Timur] menitipkan pokok-pokok pikiran itu untuk pembangunan rumah adat, termasuk di Kelurahan Tanamodindi ini,” tutur Syarif, Kamis, 6 Juni 2024 di sekitar kawasan rumah adat itu.

Syarif mengungkapkan, duit terpakai pembangunan rumah adat Tanamodindi senilai kisaran Rp200 juta, yang tercatat pada tahun anggaran 2023. 

Menurutnya, pembangunan itu sudah dicanangkan sejak 2021, pada 2022 pihaknya intens membahas di kantor DPRD Palu. Kemudian pada akhir 2023 dan rampung pada awal 2024.

“Saya cukup kecewa karena itu bagian dari pokok pikiran kami yang kami titipkan di daerah ini bahwa untuk kepentingan masyarakat terkait dengan lembaga adat dalam memutuskan hal-hal penting tengah masyarakat. Sehingga kami mendorong itu dibangun,” bebernya.

Politikus Gerindra ini menganggap pembongkaran rumah adat Tanamodindi justru merugikan masyarakat setempat, terlebih khususnya menggunakan sumber keuangan daerah Kota Palu.

“Ini merugikan anggaran daerah. Belum didiskusikan bersama [pihak-pihak terkait] secara matang, tetapi pemerintah justru sudah membongkar,” tegasnya.

Ketika ditanyakan apakah terjadi koordinasi antara pembongkar dengan dirinya sebelum pembongkaran, Syarif bilang dia tidak menerima satu pun langkah koordinasi.

“Kalau dengan saya tidak ada [koordinasi], ketika pembongkaran pun saya tidak ada. Dan tentu kekecewaan kami sangat besar. Kecewalah, ketika kami wakil rakyat dan lapisan masyarakat melihat kejadian ini,” tandasnya.

Proyek pembangunan itu disebut Syarif awalnya dititipkan di Dinas PU Palu. Kemudian pihak pekerjaannya beralih ke Dinas Pendidikan, tanpa sepengetahuan Syarif proses perpindahan tersebut.

Bahkan dia menyoroti pihak yang membongkar justru oleh salah satu instansi Pemkot Palu. Karena dia menilai, instansi Pemkot tidak tepat melakukan pembongkaran terhadap asetnya sendiri tanpa didahului dasar yang jelas dan akurat. (sf)