Seraya.id, – Organisasi nirlaba kesenian swasta asal Kota Palu, , menanggapi serius peristiwa kejahatan seksual kepada remaja inisial ‘R' (15 tahun 7 bulan) di Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi .

Mereka ingin membedah sekat selubung kejahatan predator seksual, terhadap kelompok rentan macam dan perempuan.

Melalui agenda wicara mereka bertajuk ‘Berpihak Pada Korban, Bersuara Untuk Korban' di Raego Cafe di Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur, Palu pada Rabu sore, 7 Juni 2023, mereka mengundang para pembicara yang melintas cukup luas dalam isu-isu itu.

Di antaranya I Putu Ardika Yana selaku Psikolog Klinis asal Palu yang mendampingi langsung pemulihan psikologis korban R, Praktisi Hukum dari LIBU Perempuan, Dewi Rana Amir, Aktivis dan pendiri Institut Mosintuvu, Lian Gogali, serta dr. Stephanie Renni Anindita sebagai Spesialis Forensik dan Medikolegal.

Rahmadiyah Tria Gayathri selaku moderator dari pihak Forum Sudut Pandang, menuturkan, kembali terjadi di Sulteng terhadap korban R, adalah peristiwa kasus luar biasa keji.

Kejadian itu menurut dia sangat perlu menjadi perhatian semua pihak. Sehingga, terhadap korban R dan korban-korban kekerasan seksual lainnya, seluruh pihak harus bekerja secara kolaboratif dan bersama-sama dalam proses pendampingan penanganannya.

“Semestinya kita semua bisa memakai kaca mata sederhana, ketika kita di usia seperti korban R di tengah lapisan relasi kuasa yang di dalamnya termasuk ada (perilaku berkonotasi negatif) bujuk rayu, itu adalah bentuk kekerasan seksual yang tidak bisa dimaafkan,” ucap Ama, sapaan karibnya kepada redaksi Seraya.id di agenda itu.

Ama bilang, siapapun ketika mendapat kekerasan seksual seketika langsung menjadi urusan kemanusiaan, tanpa melihat latar belakang apapun.

“Juga tindakan yang dialami adik R itu membuat banyak sekali asumsi (buruk) publik muncul terhadapnya, bagi kami itu rasanya mematahkan hati. Sementara bagaimana dengan perasaan korban serta keluarganya atas hal itu,” imbuhnya.

Dia menegaskan, peristiwa-peristiwa kejahatan seksual harus menghukum berat setiap pelaku, serta beri keadilan utuh bagi korban kekerasan seksual.

Psikolog Klinis, Ardi dalam bahasannya berujar, tantangan pengalamannya saat mendampingi para korban anak kekerasan seksual, rumitnya memberi pemahaman masyarakat umum perihal kekerasan seksual.

“Dalam konteks perilaku sosial terutama berkaitan (motif kasus) suka sama suka, anak melakukan seks bebas dan lainnya, itu tidak bisa menilai masalah itu hitam atau putih (perspektif religius) sebab banyak sekali dinamikanya,” ungkap Ardi.

Temu wicara itu juga mengkampanyekan tagar atas rangkaian kekerasan seksual yang terjadi, baik yang mencuat ke publik maupun yang belum terdeteksi. (sf)