Seraya.id, Palu – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menetapkan dua tersangka atas aktivitas pertambangan ilegal di wilayah Kabupaten Morowali Utara (Morut).

Tak tanggung-tanggung, Reskrimsus meringkus Direktur Utama (Dirut) dan Komisaris Utama (Komut) PT. GPS sebagai sosok kunci kegiatan PETI (pertambangan tanpa izin) itu.

Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Djoko Wienartono, mengungkapkan, penangkapan tersebut hasil kerja sama Polda Sulteng dengan PT. Bukit Makmur Istindo Nikeltama (PT. Bumanik).

“Sebelumnya tim menduga operasional PT. GPS tidak memiliki izin. Penindakan PT. GPS dilakukan tim Ditreskrimsus Polda Sulteng dua kali,” ucap Djoko didampingi Dirreskrimsus Kombes Bagus Setiawan kepada para jurnalis di Mako Polda Sulteng, Jalan Soekarno Hatta, Kelurahan Tondo, Kota Palu, Selasa, 4 Juni 2024.

Penindakan pertama Djoko bilang, tanggal 7 Februari 2024 kemudian tanggal 25 Maret 2024 di Desa Towara, Kecamatan Petasia Timur, Morut, Sulteng.

“PT. GPS diduga melakukan kegiatan pertambangan ini di dalam area kawasan hutan dan wilayah Ijin Usaha Produksi (IUP) PT. Bumanik,” katanya.

Dia merincikan, pihaknya berhasil menyita hingga 17 unit alat berat excavator, 99 tumpukan material ore nikel, dokumen pertambangan, dan surat keterangan tanah (SKT).

Sedang pada 25 Maret, penyidik juga menyita 6 unit alat berat excavator, 2 unit dump truck roda 10, dan 12 dome atau tumpukan ore nikel.

“Setelah melakukan pemeriksaan puluhan saksi ahli, penyidik menetapkan [inisial] AT (31) Direktur Utama PT. GPS dan S (46) Komisaris Utama PT. GPS sebagai tersangka,” tegas Djoko.

Tindakan ilegal itu bahkan sebut Djoko merugikan negara senilai kisaran Rp5 miliar.

Tersangka diduga melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin sebagaimana pasal 158 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Mereka diancam pidana penjara terlama 15 tahun dan paling singkat 5 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp1,5 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.

Selain itu imbuh Djoko, tersangka juga dijerat pasal 89 ayat (1) huruf a dan b Undang Undang RI nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan pidana singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp1,5 miliar dan paling banyak Rp10 milyar. (sf)