Seraya.id, Palu – Mahasiswa lintas universitas di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah turut merasa gerah atas suasana pelik demokrasi Indonesia akhir ini.

Mereka yang berjumlah ribuan, meluapkan perasaan itu dengan memadati diri di depan gerbang gedung DPRD Sulteng Jalan Dr. Sam Ratulangi no. 80, Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur.

Pantauan Seraya.id di sekitar kawasan itu, sejak pukul 10:00 Jumat, 23 Agustus 2024, mereka lengkap warna-warni almamater dan bendera organisasi kampusnya berjalan kaki menuju kantor wakil rakyat itu.

Jumat siang, orasi tegas Korlap (koordinator lapangan) kian disambut sahut para pendemo yang sedang kenyam pendidikan tinggi ini.

Mereka terus menggaung aspirasi sampai sore hingga memekik telinga polisi yang mengawasi sembari berbaris. Termasuk telinga masyarakat umum serta petugas penyampai pesan publik, jurnalis.

Unjuk rasa mahasiswa itu adalah bentuk nyata kekesalan mereka setelah aturan tertinggi berupa Undang-undang berkali-kali diubah atas siasat jahat kelompok elit negeri ini, salah satu teranyar upaya revisi kilat UU Pilkada oleh Baleg (Badan Legislasi) DPR RI.

Sekaligus tujuan demonstrasi mereka adalah mengawal keputusan bersifat mutlak nun puncak Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 per Selasa, 20 Agustus 2024 agar tak kembali dikeluk jadi buruk oleh pihak yang ingin dobrak aturan.

Aksi Bakar Ban Berujung jadi Korban

Sore hari itulah, suasana cekam terjadi ketika tindak represif polisi tertuju pada para mahasiswa. Kerumunan yang begitu padat itu pun berhamburan.

Kekisruhan itu, pengunjuk rasa alami luka macam lebam. Darah segar dari wajah di antara mereka bercucuran sampai tergeletak harus dipapah. Ditambah perih dan sesaknya nafas imbas gas air mata yang dilontar polisi.

Demonstrasi diiringi aksi bakar ban pemacu semangat sepanjang orasi, nahas berujung timbulkan korban.

Mereka yang teridentifikasi adalah Ayub dari Fakultas Kehutanan Untad, Rafi Akbar dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Jurusan Ilmu Komunikasi Untad, serta Thoriq Ghifari dari Fakultas FISIP Ilmu Pemerintahan Untad.

Pernyataan Sikap Kecam oleh Organisasi Profesi Pers

Peristiwa kekerasan itu memantik simpatik Koalisi Lintas Organisasi Profesi Pers, terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulteng, Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulteng, 

Ketua PFI Kota Palu Muhamad Rifky, menegaskan bahwa penanganan aksi dengan kekerasan adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.

“Apa yang terjadi pada Jumat ini adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi mahasiswa yang hanya ingin menyuarakan pendapat mereka. Tindakan represif [kepolisian] semacam ini harus dihentikan, karena merusak tatanan demokrasi yang kita perjuangkan,” tegas Rifky.

Kemudian Ketua IJTI Sulteng Hendra, menyimpulkan bahwa tindakan aparat kepolisian tidak hanya berlebihan, tetapi juga tidak manusiawi.

“Mahasiswa berunjuk rasa untuk menentang kebijakan negara yang dianggap merugikan rakyat. Namun, respon dari aparat justru menambah luka demokrasi kita. Polisi seharusnya menjadi pelindung masyarakat, bukan [justru jadi] pelaku kekerasan,” beber Hendra.

Yardin Hasan selaku Ketua AJI Palu berpandangan, situasi politik yang kian memanas harus menjadi perhatian serius pemerintah.

“Saat ini, demokrasi Indonesia berada di ujung tanduk. Pemerintah harus segera menjamin perlindungan bagi media dan jurnalis dalam menjalankan tugas mereka, serta memastikan bahwa penanganan aksi mahasiswa dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi,” ungkapnya.

Sementara itu Ketua AMSI Sulteng Muhamad Iqbal, menyerukan agar pimpinan kepolisian segera meninjau ulang tindakan yang diterapkan anggotanya dalam menangani aksi mahasiswa.

“Kami meminta pimpinan kepolisian untuk mengambil langkah tegas dalam memastikan bahwa penanganan aksi unjuk rasa dilakukan dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia,” seru Iqbal.

“Demokrasi Indonesia terancam, dan kita semua –mahasiswa, pers, dan masyarakat– memiliki kewajiban moral untuk membela dan menjaganya,” tandas Iqbal mengimbuhkan.

Seruan Koalisi Lintas Organisasi Pers

Atas dasar itu, Koalisi Lintas Organisasi Pers menyerukan:

1. Protes Keras terhadap penanganan aksi mahasiswa dengan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian pada 23 Agustus 2024.

2.  Permintaan kepada pimpinan kepolisian untuk meninjau ulang dan memperbaiki pendekatan dalam menangani aksi mahasiswa, dengan mengedepankan tindakan yang lebih manusiawi.

3. Peringatan kepada pemerintah untuk menjamin perlindungan media dan jurnalis dalam menjalankan tugas mereka, terutama dalam situasi politik yang semakin kisruh.

4. Panggilan kepada seluruh elemen bangsa, terutama mahasiswa dan pers, untuk membela dan menjaga demokrasi Indonesia yang saat ini berada dalam ancaman serius.

Demokrasi Indonesia sedang dalam ujian berat. Saatnya seluruh komponen masyarakat, terutama pers dan mahasiswa, bersatu untuk memastikan bahwa demokrasi tetap berdiri tegak di negeri ini.

Penulis: MFS Lanoto, S.S.