Seraya.id, Palu – Sejumlah 5 perwakilan organisasi perempuan, anak dan HAM yang tergabung dalam jaringan Gerakan Perempuan Bersatu (GPB) asal Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah mendampingi keluarga korban kekerasan seksual menimpa anak inisial UNA guna beraudiensi ke kantor UPT. PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Sulteng pada Senin, 25 Maret 2024.
Audiensi yang dilakukan oleh Nurlaela Lamasitudju (SKP-HAM), Nur Safitri Lasibani (Sikola Mombine), Nurmin (Libu Perempuan), Yuni (KPKP-ST) dan Maspa dari KPPA diterima oleh Kepala UPT. PPA Sulteng Patricia, Kasi Tindak Lanjut Kasus Zulfikar, dan Tenaga Ahli Hukum Salma Masri.
Nurlaela Lamasitudju kepada Redaksi Seraya.id menuturkan, lawatan ditujukan guna mendapatkan perkembangan informasi kasus anak UNA yang mereka nilai seolah berjalan di tempat, usai lebih dari sebulan kasus itu dilaporkan ke pihak berwenang.
Lambannya penanganan kasus membuat tanda tanya besar bagi keluarga korban termasuk organisasi gabungannya.
“Kami tentu menanyakan mengapa terduga pelaku seorang [berprofesi] advokat berinisial ABM belum juga ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Ela sapaan karibnya.
Berdasarkan informasi dari keluarga korban (nenek dan paman) bahwa ada upaya damai sepihak yang diajukan oleh terduga pelaku untuk menarik laporan kasus tersebut.
Informasi itu pun kata Ela dibenarkan oleh Kepala UPT. PPA Sulteng Patricia. Ela bilang, pihak UPT PPA Sulteng menyampaikan kepada mereka bahwa benar istri pelaku dan ayah korban pernah datang ke instansi terkait itu untuk meminta kelonggaran agar kasus tersebut dihentikan.
“Mereka [pihak terduga pelaku] ingin menarik laporan. Namun UPT. PPA Sulteng menolak karena kasus kekerasan seksual pada anak tidak bisa dihentikan. Menurut Ibu Patricia, istri pelaku dan ayah korban yang dalam hal ini bersaudara kandung mendatangi UPT ini atas arahan Unit PPA Polda Sulteng,” ungkap Ela.
Selain itu, Ela cs menanyakan kepada UPT. PPA penyebab mandeknya kasus anak UNA. Ela mengutip tanggapan Patricia, bahwa sampai saat ini pemeriksaan psikologis terhadap UNA belum berhasil dilakukan karena UNA belum dibawa lagi ke UPT.
“Padahal sebelumnya konseling awal telah dilakukan kepada anak UNA di kantor UPT. dan saat itu anak UNA bisa menuturkan peristiwa kekerasan seksual yang menimpanya selama hampir 4 tahun kepada Psikolog. Namun kemudian ada perubahan sikap dari orang tua korban, hampir dua minggu terakhir ayah korban [UNA] telah memutuskan kontak dengan pihak UPT,” bebernya.
Ditambah lagi Ela bilang, tim pengacara yang ditunjuk oleh ayah UNA meminta berbagai syarat untuk bisa dilakukan pemeriksaan psikologi terhadap UNA. Salah satunya, pemeriksaan harus dilakukan di hari libur.
Dalam audiensi itu juga menilai permintaan kuasa hukum itu tidak dapat dipenuhi oleh UPT. PPA karena melanggar SOP penanganan kasus.
“Berdasarkan situasi itu, GPB dan keluarga korban yang diwakili oleh nenek dan paman korban, mendesak UPT. PPA untuk segera melakukan tugasnya menangani korban. Walaupun banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi,” tegas Direktur SKP HAM Sulteng ini.
Masih mengutip pernyataan tenaga ahli hukum UPT. PPA Sulteng Salma Masri, Ela berujar bahwa jadwal pemeriksaan psikologi korban UNA akan dilaksanakan hari Selasa (26/3/2024) di kantor Polda Sulteng.
“Ini adalah strategi yang dipilih UPT. karena ayah korban dan kuasa hukum terduga pelaku terkesan tidak ingin membawa korban ke UPT. Ditegaskan pula oleh Kepala UPT, jika sampai pemeriksaan besok tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka pihak UPT akan membuat laporan penanganan kasus ini kepada pimpinan [melalui Kadis DP3A Sulteng hingga ke Gubernur Sulteng],” rinci Ela.
Selain ke UPT. PPA Sulteng, GPB juga akan melakukan audiensi ke Unit PPA Polda Sulteng. GPB telah berkoordinasi dengan pihak tersebut melalui Kasubnit bernama Dirham. Namun jadwal rencana itu belum disepakati karena pihak Polda Sulteng sedang sibuk dalam penyambutan Presiden Jokowi ke Palu.
Tidak hanya kepada pihak UPT. PPA Sulteng dan Unit PPA Polda Sulteng, GPB juga akan melakukan audiensi kepada Tim Pendamping Hukum anak UNA gun mendapatkan kepastian penangan kasus, juga untuk memberikan dukungan moril kepada anak UNA agar dikuatkan dalam menjalani proses hukum hingga mendapatkan keadilan dan pemulihan. (sf)