Seraya.id, Palu – Budidaya tanaman kelor merah asal Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah digencarkan untuk bersaing di pasar lokal hingga internasional atau dunia.
Dinilai memiliki kandungan yang lebih berkhasiat dibanding kelor hijau pada umumnya, kelor merah yang tumbuh subur di Lembah Palu ini juga disebut sudah menarik minat banyak orang.
PT. Kelo'i Mangge, perusahaan swasta yang fokus mengembangkan kelor merah bahkan sudah beberapa langkah ke depan mengenalkan ragam kandungan menyehatkan tubuh tumbuhan itu.
Dahlan selaku Manajer Produksi PT. Kelo'i Mange kepada Seraya.id bertutur, pihaknya telah membawa kelor merah untuk diuji laboratorium salah satunya di Badan BPOM.
“Hasil lab tanaman yang kami sebut kelor merah khatulistiwa ini memiliki vitamin C serta protein yang lebih tinggi dibanding kelor hijau yang biasa itu,” ucap Dahlan pada Sabtu, 24 Februari 2024.
Protein yang ada di daun kelor merah kata Dahlan, mengandung hingga berjumlah 16,2 dengan berat 100 gram.
Disebut kelor merah khatulistiwa karena ia tumbuh di garis khatulistiwa yang berada tepat di kawasan Palu. “Dan apa yang tumbuh di (jalur) khatulistiwa pasti menghasilkan yang lebih bagus khasiat dan manfaatnya, contoh bawang goreng toh,” ujar Dahlan.
Dari keluarganya, Dahlan mengenal kelor merah dengan pohon yang berumur lebih 90 tahun di wilayah Kelurahan Kayumalue Ngapa sekaligus sebagai tempat tinggalnya.
Kelor merah yang disebut hanya berada di Palu, kini bersama pendiri dan direktur PT. Kelo'i Mangge yakni Basir Tanase dan Renaldi Nanoto Tanase, Dahlan berhasil membuat tiga produk andalan perusahaan itu yakni teh, masker, serta suplemen berbahan murni 100 persen kelor merah.
Merintis produk-produk PT. Kelo'i Mangge yang kini mencapai hingga 30-an varian, bukan hal mudah bagi Dahlan selaku orang yang paling dipercayakan Basir dan Renaldi mengolah kelor merah.
Kendala salah satunya adalah sangat kurangnya mesin pengering yang mahal sebagai penunjang utama mengolah kelor merah, masih menjadi sasaran penting mereka bertiga saat ini.
Sementara masih minimnya daya beli hasil produksi pelaku UMKM bentukan mereka dalam naungan perusahaan, belum mampu menggapai pembelian mesin pengering yang memiliki harga puluhan juta per unit.
“Sudah ada mesin pengering kami, tapi kan tidak efektif sekali kalau 1 mesin dikelola 5 orang seperti yang sekarang terjadi.
“Sedangkan mesin pengering kita butuh sampai 50 unit. (Jumlah) ini sudah sesuai perhitungan kami berdasarkan sasaran produksi yang akan kami buat, apalagi sudah sejak lama pesanan (produk) sering masuk,” tuturnya.
Dahlan pun berharap agar pemerintah memperhatikan pelaku UMKM yang PT. Kelo'i Mangge bina. Agar salah satu sasaran utama mereka yakni kelor merah tembus hingga bersaing di kancah pasar dunia tercapai.
“Bukan justru sekadar datang melihat dan bertanya, akan tetapi berikan penguatan melalui pelatihan atau bantuan untuk UMKM seperti melengkapi sarana prasarananya,” tandas Dahlan. (rn)